Sabtu, 24 November 2012

Analisis Terhadap Pelepasan HGU Atas Tanah Yang Dikuasai Oleh PTPN III Membangmuda


Analisis Terhadap Pelepasan HGU
Atas Tanah
Yang Dikuasai Oleh PTPN III Membangmuda
                                                           
Oleh : Darrenz Nababan


Berdasarkan Undang undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 dan Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996, status hak atas tanah yang dikuasai oleh PT. Perkebunan Nusantara III (PTPN III) Kebun Membangmuda sebagai badan hukum yang bergerak di bidang usaha perkebunan adalah Hak Guna Usaha (HGU) dengan luas areal 3.050 ha, dan pada tahun 2005, atas permohonan dari Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu, sesuai dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 119/HGU/BPN/2005,  seluas 363,35 Ha dari luas areal tersebut telah dikeluarkan dari HGU yang peruntukannya terdiri dari :

1.      Rencana Umum Tata Ruang Kota Aekkanopan seluas         : 328,87 ha.
2.      Perkampungan dan garapan masyarakat seluas                    : 15,31 ha
3.      Fasilitas Umum yang telah dipergunakan sesuai peruntukannya (SD 3 Lokasi seluas 1,61 ha, SMUN I seluas 2,05 ha, Jalur Kereta Api seluas 14, 16 ha, PT. Telkom seluas 0,35 ha, dan Jembatan Timbang Departemen Perhubungan seluas 1 ha.
Dengan demikian, sejak Tahun 2005, areal lahan yang masih tetap berada dalam penguasaan PTPN III Membangmuda adalah seluas 2.624 ha, sedangkan seluas 363,35 ha yang telah dikeluarkan dari HGU, sesuai dengan ketentuan Pasal 18 Peraturan Pemerintah No 40 Tahun 1996, kembali dikuasai oleh Negara. Hal ini juga mengacu pada UUD 1945 Pasal 33 ayat 3.
Berdasarkan fakta administrasi diatas, seharusnya, Pemerintah Kabupaten Labuhanbatu Utara sebagai perwakilan dari Pemerintah Pusat, sudah dapat melakukan penguasaan penuh terhadap areal tersebut yang akan dipergunakan sebagai lokasi pembangunan Komplek Perkantoran instansi pemerintah.
Namun aneh, saat Pemkab Labura hendak mempergunakan areal tanah ini, pihak PTPN III Membangmuda dengan Klausula (syarat dan ketentuan yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pengusaha) melakukan pencegahan dengan dalih belum dilakukannya proses ganti rugi atas asset yang berada di atas areal tersebut oleh Pemkab Labura. Adanya Klausula ini tentunya menimbulkan pertanyaan, bagaimanakah status hukum tanah yang telah dikeluarkan dari areal HGU PTPN III Membangmuda tersebut.

Analisa umum

Berdasarkan Keputusan Kepala BPN Nomor : 119/HGU/BPN/2005, status hokum tanah seluas 363,35 ha menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, sehingga sesuai dengan ketentuan hukum Agraria, hubungan hukum antara bekas pemegang hak dengan tanah tersebut telah berakhir. Namun, diyakini karena adanya hal-hal khusus berupa kebijakan Pemkab Labura yang cenderung lebih mengedepankan upaya konsultasi dalam menyelesaikan masalah ini, memberikan dampak negative dengan semakin leluasanya PTPN III menerapkan Klausula yang mereka miliki. Akibatnya, terdapat kesan, hubungan hokum antara PTPN III dengan tanah yang dikeluarkan dari HGU tersebut belum dapat diakhiri secara Yuridis. Dalam hal ini, PTPN III berpendapat hak keperdataan atas tanah tersebut masih melekat pada bekas pemegang hak sebelum adanya pelepasan dari asset Negara. Hal ini tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 2 dan 4 Undang undang Pokok Agraria.
Kendala belum terbitnya ijin pelepasan asset dari Menteri Negara BUMN, antara lain adalah karena bersikukuhnya PTPN III mempertahankan pendapat mereka yang berlindung dibalik Peraturan Menteri Agraria No 9 Tahun 1999.
Belum tercapainya kesepakatan antara Pemkab Labura dengan PTPN III mengenai besaran harga ganti rugi atas asset yang ada di atas areal lahan eks HGU tersebut, tampaknya juga menjadi kendala utama penyelesaian persoalan ini. Tim Appraisal (penaksir harga) yang ditunjuk oleh PTPN III, dinilai bersikap tidak independent dan diduga terindikasi terlibat dalam konspirasi dengan oknum-oknum tertentu dalam menetapkan besaran harga ganti rugi.

Saran

Agar setiap pengeluaran areal HGU yang terkait dengan asset Negara dapat dilakukan secara simultan dengan pelepsan asset nya dan setiap penanganan permohonan HGU mau pun penyelesaiannya dihindarkan dari kebijakan bernuansa politis dan tetap didasarkan pada aturan hukum pertanahan, sehingga dapat dicapai sebuah kepastian hukum atas asset yang menjadi objek permasalahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar