Minggu, 01 April 2012

Menimbang Politik Kebudayaan Untuk Pembaruan Agraria



Oleh : Irwansyah Hasibuan

Pendahuluan
 Sang waktu telah bersaksi kepada kita, dalam perjalanan panjang yang membuat sesak nafas dan kecemasan yang entah kapan berujung. Negeri ini kian menanggung perih tak tertahankan yang usah untuk terjawab, sekadar terumuskan dengan baik pun ia masih belum terwujudkan. Begitu banyak perioritas yang harus didahulukan, berlimpahnya janji yang ditumpahkan, menumpuknya harapan yang ditambatkan, namun kita – sejujurnya semakin berbalik dari arah masa depan yang pernah dicita-citakan para Bapak Bangsa.

Bagi rakyat kita, yang sebagian besar kehidupannya tergantung  kepada sektor agraria, tanah atau sumber daya agraria lainnya, masih terlihat terang meronta-ronta untuk mendapatkan hak pemilikan maupun penguasaan atas sumber agraria tersebut. Sebagai faktor produksi, baik UUD 45 (naskah asli) maupun Undang Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960, telah meletakkan semangat dan jiwa yang mengutamakan keadilan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Menyikapi Tindakan 7 Aktivis Islam dan Akar Masalahnya

                                        Oleh : H. Syarifuddin “Ucok” Tanjung
Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya berkata, “Jika terjadi kemungkaran, cegahlah dengan kekuatan, jika tak mampu cegahlah dengan kata kata, setidaknya cegah dengan hatimu tetapi itulah selemah lemah iman “ Kalimat ini sering kita dengar disampaikan para pendakwah, namun jujur kita katakan sangat jarang kita laksanakan jika menemukan atau berhadapan dengan kemungkaran dan kemaksiatan. Subhanallah hidayah Allah turun kepada saudara kita 7 aktivis Islam Labuhanbatu, peringatan Rasulullah tersebut setiap saat berdengung ditelinga mereka dan berkata dihati. Menghancurkan kemaksiatan harus segera dilaksanakan, tak bisa dibiarkan, kata hati mereka.

Sikap 7 aktivis Islam yang  ingin melawan kemungkaran itu muncul ketika belakangan ini di Kota Rantauprapat khususnya dan Labuhanbatu pada umumnya kemungkaran berupa kemaksiatan tumbuh subur bak jamur dimusim hujan tumbuh berkembang bagai benalu yang bakal merusak yang dililitnya. Melihat semua ini 7 saudari kita dari aktivis Islam Labuhanbatu resah, gelisah menahan amarah. Semula mereka berdiam diri dengan hati yang mengatakan tak terima adanya kemungkaran berupa kemaksiatan itu. Mereka sadar hati mereka yang tak setuju merajalelanya kemaksiatan hanyalah selemah lemah iman, namun mereka tetap bersabar berharap aparat berwenang segera bertindak.

Usung Bendera PT. GDLP/SLJ

                                              16 Tahun Ching Kun Bohongi Rakyat Kualuh


Catatan : Haris Muda Daulay
Pemred Berita Rakyat


PENGANTAR
Tulisan dalam bentuk catatan ini sengaja kembali disajikan pada penerbitan Berita Rakyat edisi akhir Maret sekarang. Selain dimaksudkan berupaya ikut serta “menagih” janji Ching Kun alias Johan, pengusaha perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) bermarkas di Desa Sukaramebaru, Kecamatan Kualuhhulu, Labuhanbatu Utara (Labura). Lebih dari itu - amat sangat tidak mustahil andai Bupati dan wakil rakyat di lembaga Legislatif terhormat mau - sebagai secuil masukan dan mungkin saja acuan dalam menyelesaikan permasalahan yang tidak pernah kunjung berujung antara 2.017 Kepala Keluarga (KK) calon petani plasma yang terdaftar di Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Sri Sahabat, pimpinan Aslan Nur Sitompul. Semoga tulisan dengan gaya bahasa sederhana dan apa adanya ini tidak cuma dilihat dari kacamata negataif melulu. Spesial kepada Bupati, Ketua DPRD, Sekda dan Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdakab Labura, Drs. H. Amin Daulay, M.Si selaku Ketua Tim Sengketa Tanah. Mudah-mudahan.