Kamis, 15 Maret 2012

Harga Raskin Semakin Mencekik, Pemkab Labura “Tutup Mata”


Aekkanopan, (Berita Rakyat)

Program nasional dalam meringankan beban masyarakat miskin berupa bantuan beras untuk rumah tangga miskin atau yang akrab disebut raskin ini, tampaknya tak begitu indah dirasakan oleh masyarakat kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura) terkhususnya di Kecamatan Kualuhhulu dan Kualuh Selatan, malah semakin mencekik (membebani-red) masyarakat yang jelas-jelas tidak mampu.
      
Pasalnya, harga yang telah ditetapkan pemerintah pusat sebesar Rp 1.600,-/Kg, namun di Kecamatan Kualuhhulu dan Kualuh Selatan diluar dari perkiraan. Harga raskin untuk dua Kecamatan tersebut bervariasi. Di Kecamatan Kualuhhulu, harga raskin mencapai 2.500,-/Kg dan di Kecamatan Kualuh Selatan mencapai Rp 2.000,-/Kg...........

      
Jelas kami merasa berat, sementara untuk bisa dapat beras saja  harus bayar lebih dulu. Sudahlah harganya lumayan tinggi. Untuk beras Bulog 7 Kg kami harus wajib bayar sebesar Rp 18.000,-. Lebih sakitnya lagi, kalau gak punya uang, kami tidak bisa ambil beras, terus, kalau terlambat ngambil berasnya, kami ya gak kebagian,” keluh sejumlah masyarakat penerima raskin.
      
Menyikapi permasalahan ini, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labura terkesan “tutup mata” terhadap tingginya harga raskin tersebut. Hal ini terlihat dari seringnya masalah ini diterbitkan dalam media cetak, namun pemerintah dinilai tidak mampu mengambil kebijakan terhadap permasalahan tersebut.
       
Perangkat kerja permerintah kerap kali melontarkan janji dalam menyelesaikan masalah. Misalnya saja, Camat Kualuhhulu, Adi Winarto melalui Ketua Tim Penyalur raskin Kecamatan, Timbul Halomoan Hasibuan, SH berjanji, untuk periode November tahun 2011, harga raskin akan disesuaikan dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yaitu Rp 1.600,-/Kg. Namun kenyataannya, hingga periode Februari tahun 2012, harga raskin di Kecamatan Kualuhhulu masih mencapai Rp 2.500,-/Kg. 


Camat, Lurah dan Kepling Dapat “Jatah”

Niat baik pemerintah pusat guna membantu meringankan beban rakyat berpenghasilan di bawah standar  rata-rata melalui program raskin, di Aekkanopan, Kecamatan Kualuhulu, digrogoti oleh pejabat pemerintah setingkat Camat, Lurah, dan Kepala Lingkungan (Kepling). Setiap bulan pendistribusian raskin, Camat mendapat “jatah” Rp 100/Kg, Lurah Rp 200/Kg, sedangkan Kepling memperoleh Rp 600/Kg.
      
Dugaan praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) tersebut terungkap dari pengakuan Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Pemerintah Kabupaten (pemkab) Labura, H. Syahrul Harahap, S Sos kepada sejumlah wartawan usai melakukan monitoring diseputaran kota Aekkanopan, Selasa (18/10) pekan lalu.
      
Menurut Syahrul, tentang dugaan adanya “permainan” pendistribusian raskin ke Kelurahan/ Desa-Desa yang ada di dua Kecamatan, Kualuhhulu dan Kualuh Selatan, dia bersama staf langsung melakukan monitoring lapangan. Ternyata benar, informasi yang menyangkut “kutak katik” harga, jauh diatas Harga Eceran Tertinggi (HET).
      
“Hasil monitoring kami di lapangan, untuk kota Aekkanopan dan sekitarnya raskin dijual kepada masyarakat dengan harga Rp 2.500/Kg. Padahal sesuai ketetapan HET tidak boleh dijual lebih dari RP 1.600/Kg. Ini jelas penyimpangan dan akan saya sampaikan kepada atasan,” aku Syahrul dihadapan sejumlah pekerja pers yang bertugas di Labura seraya berjanji akan menyurati semua perangkat kerja disemua Kecamatan.
      
Menjawab pertanyaan, dikemanakan selisih harga mencapai Rp 900/Kg oleh petugas pendistribusi raskin di wilayah kerjanya, Syahrul dengan gamblang menyatakan, hasil monitor, selisih harga tersebut dibagi-bagi oleh petugas. Rinciannya, untuk Camat Rp 100/Kg, Lurah Rp 200/Kg , selebihnya (Rp 600) merupakan “jatah” Kepling.
“Ini sudah keterlaluan, hasil temuan kami sisa harga raskin mencapai Rp 900/Kg dibagi-bagi untuk Camat, Lurah dan Kepling,” tandas Syahrul serius.

Diperjualbelikan

Investigasi wartawan Berita Rakyat, untuk mendapatkan raskin di kota Aekkanopan dan sekitarnya tidaklah terlalu sulit. Dibeberapa kios penjual beras, raskin sudah disediakan dalam berbagai bentuk kemasan dengan harga bervariasi. Raskin yang masih utuh dengan kemasan asli berlabel Bulog dihargai Rp 6.000/Kg, sedangkan raskin “tukar karung” (merek Bulog sudah dihilangkan-red) bisa dijual Rp 6.500 s/d Rp 7.000/Kg.
      
Salah seorang pedagang beras merangkap penadah raskin mengakui, setiap bulan penyerahan beras untuk orang miskin, dia selalu ketiban rezeki dari oknum-oknum tertentu yang menjual puluhan karung dengan harga Rp 6.000 s/d Rp 7.000/kg. untuk mengelabui konsumen/pembeli, katanya, karung asli langsung ditukar sehingga tidak ada lagi merek Bulog disana.
     
Disamping harganya bisa jauh  lebih mahal dijual kepada konsumen, keamanannya pun lebih terjamin. Sebab, kalau karung bermerek Bulog dipajang di kios, petugas pasti tidak tinggal diam. “Kalau Nampak polisi pasti ditangkap, makanya karung aslinya saya ganti. Saya tahu itu raskin, mereka jual saya beli. Lagipula, untungnya lumayan, kan? Namanya pun cari makan,” beber pedagang beras yang sengaja namanya dirahasiakan.
     
Sewaktu hal bebas beredarnya jual beli raskin dipasaran dipertanyakan kepada Camat Kualuhhulu, Drs. Adi Winarto, dia langsung mengelak dan menyerahkan persoalan kepada tim penyalur, Timbul Halomoan Hasibuan, SH. Timbul membenarkan kejadian. Hal tersebut bisa terjadi, sebut Timbul, masyarakat penerima raskinlah yang memperjualbelikannya ke kios-kios penjualan beras.
     
“Itu bukan kesalahan kami. Sebenarnya masyarakatlah yang menjual langsung ke grosir. Jadi, kami tidak bisa menindak atas temuan Kabag Perekonomian. Itu hak mereka, masyarakat bebas melakukan apa saja terhadap hak mereka. Kalau masalah harga raskin untuk periode November, kami akan surati Lurah dan Kades supaya raskin dijual sesuai HET,” elak Timbul berargumen.
     
Saat sejumlah masyarakat penerima raskin tersebut dimintai tanggapan atas keterangan Ketua Tim Penyalur Raskin Kecamatan, Timbul Halomoan Hasibuan, SH, membantah kalau mereka menjual kembali beras raskin itu ke kios-kios. Malah, mereka berang saat mendengar keterangan Timbul.
     
“Tidak mungkin kami menjual lagi beras raskin yang sudah diberikan kepada kami. Dapat saja kami sudah bersyukur. Itu hanya akal-akalan dia saja. Kog malah kami yang dikambing hitamkan pemerintah,” lanjut mereka merasa berang.
     
Kedengaran aneh memang, perangkat kerja pemerintahan malah menyalahkan masyarakat atas tindakan yang dinilai karena kecerobohan mereka sendiri. Pemerintah terkesan “tutup mata” dalam mengambil kebijakan untuk menjalankan program nasional ini.
     
Sayangnya, saat Camat Kualuhhulu, Adi Winarto dan Camat Kualuh Selatan, M. Yakub, SH dikonfirmasi lewat telepon seluler via pesan singkat (SMS), sama sekali tidak memberikan jawaban apapun. (br.07)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar