Aekkanopan, (Berita Rakyat)
Rencana Pemkab Labura untuk melakukan penggusuran terhadap para Pedagang Kaki Lima (PK5) yang berjualan disisi Gang Kota Aekkanopan, ternyata tidak hanya melahirkan rasa “ketar-ketir” bagi mereka yang berjualan disana secara umum, keketar-ketiran yang sama juga dirasakan oleh hampir keseluruhan pedagang yang berjualan disisi kiri kanan Jalan Jenderal Sudirman yang merupakan inti kota Aekkanopan.......
Kenyataan pahit ini mereka rasakan setelah mengetahui hasil
pertemuan antara pihak Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dengan perwakilan pedagang
digedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Selasa (21/02) lalu. Pertemuan
ini digelar setelah rencana pemerintah untuk melakukan penggusuran PK5 yang direncanakan
akan dilakukan 23 Februari lalu mendapat protes dan reaksi keras dari para
pedagang. Hal ini dibuktikan dengan dikeluarkannya surat edaran oleh Dinas Pasar, Kebersihan dan
Pertamanan yang meminta agar para pedagang bersedia untuk membongkar sendiri
lapak jualannya. Jika tidak, Pemkab, melalui Satuan
Polisi Pamong Praja (Satpol
PP) akan melakukan pembongkaran secara langsung ke lapak-lapak pedagang.
Setelah mendapat aksi protes, dengan
difasilitasi oleh Ketua Komisi B DPRD, Ir. H. Supriyanto Pasaribu, dan Ketua
Komisi C, H. Effendi Munthe, akhirnya diadakan pertemuan antara perwakilan
pedagang dengan pemerintah yang diwakili oleh Kepala Dinas Pasar dan
Kebersihan, Saimin. Dalam pertemuan tersebut, akhirnya disepakati bahwa
penggusuran akan dilakukan dalam waktu dua bulan sejak digelarnya pertemuan.
Singkatnya waktu yang disepakati ini, tak
urung, mengundang beragam komentar dan tanggapan bernada pesimis yang
melahirkan sebuah tanda tanya akan kesiapan Pemkab untuk menyediakan lahan
relokasi (pemindahan-red) para pedagang ini. Sikap pesimis ini didasarkan pada
kenyataan bahwa hingga saat ini, pemkab Labura belum menyiapkan lahan yang
dapat dijadikan sebagai tempat relokasi.
Kebijakan Pemkab ini dinilai terlalu dipaksakan
dan terkesan hanya dilakukan demi mengejar target kerja dinas bersangkutan
semata. Penilaian ini didasarkan pada tidak matangnya perencanaan yang
dilakukan Pemkab sebelum menggelar penggusuran. Belum tersedianya lahan untuk
relokasi, tanpa memikirkan nasib para pedagang, seakan diabaikan begitu saja
oleh pemerintah.
Untuk diketahui, hingga saat ini, pemkab
Labura, sama sekali belum memiliki lahan yang cocok untuk dijadikan tempat
berdagang bagi para PK 5 yang akan digusur tersebut. Sedangkan satu-satunya
harapan Pemkab yang akan digunakan untuk lahan relokasi adalah lahan PTPN III
Membang Muda yang hingga saat ini masih dalam tahap “diperjuangkan” oleh Pemkab
untuk dibebaskan dari Hak Guna Usaha (HGU) nya.
Informasi yang berhasil dihimpun Berita
Rakyat, meskipun sebenarnya Pemkab telah menjelaskan bahwa penggusuran
ini hanya berlaku bagi PK5 yang berjualan di gang-gang seputaran kota Aekkanopan, namun tetap saja memberikan dampak
psikologis bagi para pedagang yang berjualan disisi kiri kanan jalan inti kota Aekkanopan. Pada
umumnya para pedagang yang berjualan di inti kota beranggapan bahwa hal
tersebut adalah sebuah langkah awal yang dilakukan Pemkab, sebelum kemudian,
secara perlahan-lahan akan dilanjutkan dengan penggusuran secara keseluruhan PK
5 yang telah lama berjualan disana
“Memang yang pertama digusur itu yang ada
di Gang, tapi itu kan
permulaannya saja. Selanjutnya, kami pun pasti digusur dari sini. Setelah
pemekaran, kita kok makin susah ya, padahal dulu kami merasa sangat nyaman
berjualan disini “ ujar Simbolon, PK 5 yang ditemui wartawan, Kamis ( 08/3 ) kemarin.
Berbeda dengan Simbolon, seorang pedagang
yang tidak bersedia identitasnya di Berita Rakyat kan mengatakan, jika
pemerintah tetap melakukan penggusuran tanpa menyiapkan lahan untuk relokasi,
mereka akan tetap bertahan untuk berdagang disana. “Mata pencarian kami cuma
berdagang disini, kalau harus digusur tanpa diberikan lokasi baru yang cocok
untuk berjualan, lantas mau makan apa anak dan istri kami nantinya. Apa mau Bupati
memberi kami makan?” ujarnya menunjukkan kekesalan.
Kepala Dinas Pasar, Kebersihan dan
Pertamanan, Saimin, saat dikonfirmasi per telepon, Kamis, (08/3) kemarin, mengatakan bahwa sebenarnya Pemkab
tidak melarang pedagang untuk berjualan disana, asal mereka tidak melewati
batas yang telah ditentukan. Saimin juga menjelaskan bahwa rencana pemkab untuk
menggusur para PK 5 yang berjualan di Gang-gang adalah karena tempat tersebut
akan dipergunakan oleh pemerintah untuk perbaikan infrastruktur dan drainase.
“Sebentar lagi akan ada pengerjaan proyek.
Jadi untuk mendukung program pembangunan, sisi gang-gang itu harus kita
bersihkan dan bebas dari bangunan-bangunan yang berpotensi untuk menghambat
kelancaran pekerjaan. Jadi kita sarankan, agar para pedagang itu mengambil
tempat berjualan dipinggir jalan nasional atau Jalinsum” ujarnya
Lebih lanjut, Saimin juga menjelaskan
bahwa rencana penggusuran PK 5 ini bukan baru kali ini dilakukan. Tahun 2009
lalu, Pemkab juga telah merencanakan hal ini, namun prosesnya terhambat karena
adanya keberatan dari pedagang itu sendiri. Waktu itu, Pemkab telah menawarkan
areal untuk relokasi, namun para pedagang tidak bersedia untuk direlokasi
dengan alasan areal tersebut tidak cocok dijadikan sebagai tempat untuk
berdagang. Sehingga para pedagang ini menolak karena khawatir dagangannya tidak
laku terjual.
Keterangan Saimin diatas menganjurkan para
PK 5 ini untuk mengambil tempat berjualan dipinggir jalan nasional ataupun
Jalinsum, tentunya sangat tidak relevan dengan kondisi kota Aekkanopan saat ini. Dikhawatirkan, jika
seluruh pedagang kaki lima yang selama ini
berjualan disisi Gang-gang Kota memilih pindah
ke pinggir Jalinsum di inti kota , akan menambah
semrawutnya wajah kota
Aekkanopan. Masih kita ikuti
perkembangannya…(br.05/br.06)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar