Minggu, 20 Mei 2012

Pasca “Pelepasan” Lahan SMP Setia Damuli


          Elmasuriani Boru Regar Digugat Warga…!
  
Aekkanopan, (Berita Rakyat)
Pasca pengembalian atau lebih tepat disebut “pelepasan” sepihak lahan eks Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta Setia Damuli kepada Elmasuriani Boru Regar (sesuai tertera pada Sertifikat Hak Milik-red) oleh Bupati Labuhanbatu Utara (Labura), H. Kharuddinsyah Sitorus, SE diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekdakab, Drs. H. Amin Daulay, MSi, dipastikan berekses kurang nyaman terhadap “Boreg”, begitu pengusaha rumah makan dan latex (getah cair) bernasib mujur tersebut selalu disapa.
    
Pasalnya, kendati sebelumnya Elmasuriani bisa membusungkan dada karena dalam pertemuan dengan warga 7 Desa (Desa Damuli Pekan, Damuli Kebun, Gunung Melayu, Bandar Lama, Lobuhuala, Hasang, Siamporik) yang digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labura, Jum’at (20/12) terkesan secara terang-terangan sengaja di “menang” kan oleh Asisten Pemerintahan dan Kesra, ternyata “kemenangan” Elmasuriani bakal terusik, menyusul pengajuan gugatan delapan warga mengatasnamakan masyarakat 7 Desa ke Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat......

    
Dalam surat tertanggal 08 Maret 2011, melalui Law Office NURSRIANI, SH & ASSOCIATES, kedelapan penggugat (R. Humala Munthe, Nurdin Tanjung, A. Jali, Sadimin, Abdul Pane, M. Yusuf, Slamat, Rusli Effendi) mengajukan gugatan ditujukan kepada Ketua PN Rantauperapat dengan register No. 12/PDT.G/2012/PN-RAP.
     
Di samping memaparkan kronologis permasalahan, kedelapan warga lewat advokat/penasihat hukum Nursriani, SH, juga meminta kepada PN Rantauperapat untuk memanggil dan memeriksa pihak-pihak terkait sekaligus mengadili perkara gugatan penggugat dalam suatu persidangan, selanjutnya memberikan keputusan menerima seluruh gugatan.
     
Tidak tanggung-tanggung, kecuali Elmasuriani Boru Regar, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Labuhanbatu pun turut tergugat. “Perbuatan tergugat menguasai tanah terperkara yang merupakan tanah milik masyarakat/SMP. Setia Damuli adalah perbuatan melawan hukum, sebab tanah terperkara tersebut dipergunakan untuk kepentingan umum. Telah beberapa kali diadakan musyawarah antara penggugat/masyarakat dengan tergugat dimediasi oleh pemerintah daerah setempat, tetapi tidak ada tercapai kata mufakat.
     
Berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata menyatakan : Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Atas perbuatan tergugat tersebut menyebabkan para penggugat/masyarakat menderita kerugian baik meteriil maupun moril, dan sangatlah wajar apabila para penggugat meminta ganti rugi sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), dengan rincian kerugian materiil Rp 1.5 M, kerugian moril Rp 500 Juta.
     
Penggugat menaruh sangka buruk kepada tergugat tidak akan melaksanakan amar putusan pada perkara ini, oleh karenanya wajar jika penggugat memohonkan kepada PN Rantauperapat meletakkan sita jaminan (revindicatoir) atas tanah terperkara. Penggugat juga sangat khawatir dengan perilaku tergugat yang tidak akan mau melaksanakan putusan perkara ini dengan sukarela, oleh karenanya mohon terhadap tergugat diberikan hukum untuk membayar uang paksa (dwangsoom) sebesar Rp 1.000.000,- setiap hari kepada penggugat, jika lalai melaksanakan amar putusan perkara a quo”, pinta penggugat dalam putusan.
     
Diakhir surat gugatannya, warga penggugat memohon supaya PN Rantauperapat memberikan putusan : menyatakan menerima gugatan seluruhnya, menyatakan perbuatan tergugat adalah perbuatan melanggar hukum, menyatakan penggugat adalah yang berhak atas tanah terperkara, menyatakan sah dan berharga jika sita jaminan atas tanah terperkara beserta segala sesuatu yang ada diatasnya dilakukan juru sita PN Rantauperapat.
     
Permohonan lain, penggugat meminta menghukum tergugat atau orang lain atau siapa saja yang mendapatkan hak dari tergugat untuk menyerahkan sebidang tanah lebih kurang 2 Ha. Menhukum tergugat untuk membayar ganti kerugian secara materiil dan moril kepada penggugat sebesar Rp 2 M. menghukum tergugat untuk membayar uang paksa sebesar Rp 1 Juta setiap hari kepada penggugat jika lalai melaksanakan isi putusan perkara. Menghukum tergugat dan turut tergugat untuk mematuhi isi putusan dalam perkara. Menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara seluruhnya. Menyatakan putusan perkara dapat dijalankan secara serta merta (unitvoorbaar bij voorraad) meskipun tergugat menggunakan upaya hukum banding dan kasasi.
     
Sebagaimana diberitakan pada edisi sebelumnya, sejumlah kalangan beranggapan, kebijakan Bupati Labura, Kharuddinsyah Sitorus, SE dinilai tidak bijak, ihwal dilepaskannya 2 Ha lahan pertapakan eks SMP Swasta Setia Damuli yang notabene merupakan aset 7 Desa diseputaran Kecamatan Kualuh Selatan kepada Elmasuriani Br. Regar.
     
Hal tersebut terungkap saat dilaksanakannya rapat dengar pendapat antara Pemkab Labura diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdakab, Drs. H. Amin Daulay, M.Si dan Kabag Pemerintahan, Drs. Habibuddin, M.Ap dengan masyarakat mewakili 7 Desa plus pejabat instansi terkait di Aula Pertemuan Kantor Bupati, Jum’at (20/12).
     
Walau tanpa dihadiri Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Labuhanbatu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (kadisdikbud), Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun), Camat Kualuh Selatan dan beberapa saksi kunci, Drs. H. Amin Daulay, M.Si mengatasnamakan Bupati Labura, H. Kharuddinsyah Sitorus, SE, secara sepihak, memutuskan 2 Ha lahan Eks SMP Setia Damuli – tanpa reserve – diserahkan bulat-bulat kepada Elmasuriani Br. Regar. Bagi warga masyarakat yang merasa keberatan silahkan menggugat sesuai dengan proses hukum yang berlaku.
     
Aneh, memang. Betapa tidak, pada satu sisi, Bupati H. Kharuddinsyah dalam berbagai kesempatan acap mengkampanyekan diri akan melepaskan 328 Ha lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Kebun Membangmuda dengan rincian 50 Ha sedang dalam proses penyelesaian, sedangkan 7,60 Ha (untuk pelebaran jalan dari mesjid Al Aman – Guntingsaga) sudah selesai pelepasannya.
    
“Guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat Labura, saya akan berusaha memperjuangkan pelepasan 328 Ha lahan PTPN III Kebun Membangmuda untuk perluasan wilayah. 50 Ha diantaranya sedang dalam proses penyelesaian di Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan 7,60 Ha sudah selesai pelepasannya,” sebut Bupati di ruang kerjanya sewaktu menerima audiensi pengurus Mejelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Labura jelang pelantikan, beberapa waktu lalu.
     
Realita lapangan, bertolak punggung. Kecuali pelepasan 5 Ha lahan hasil gawean Drs. H Daudsyah, MM dalam kapasitas Pelaksana Tugas (Plt) I Bupati Labura untuk keperluan pembangunan kantor Bupati (saat ini sedang dikerjakan-red), ternyata belum ada sejengkal tanah pun dari lahan PTPN III Kebun Membangmuda berhasil dilepaskan Bupati terpilih, H. Kharuddinsyah Sitorus, SE.
    
 
Pemberian P3RSU
     
Untuk mendudukan permasalahan pada proporsi yang sebenarnya serta membuka mata semua elemen tentang keberadaan 2 Ha lahan eks SMP Setia Damuli dimaksud, kami sengaja memaparkan kronologis perolehan lahan.
     
Hasil investigasi wartawan Berita Rakyat didukung data-data yang ada, guna memenuhi kebutuhan fasilitas pendidikan di wilayah 7 Desa, meliputi : Desa Damuli Pekan, Desa Damuli Kebun, Desa Gunung Melayu, Desa Hasang, Desa Lobuhuala, Desa Bandar Lama, Desa Siamporik, ketujuh Kepala Desa (Kades) sepakat membuat usulan melalui Camat Kualuhhulu (sebelum dimekarkan menjadi Kecamatan Kualuh Selatan) untuk memperoleh lahan pertapakan SMP dari P3RSU yang ketika itu membuka Proyek Inti Rakyat (PIR).
     
Usulan positif dari 7 Kades langsung direspons Camat Kualuhhulu melalui Surat No. 1582/12/Kesra/77 tertanggal 24 Desember 1977 memohon kepada Manager P3RSU dapat kiranya melepaskan lahan seluas 2 Ha untuk kepentingan lokasi/komplek SMP Setia Damuli.
     
Permohonan Camat Kualuhhulu diperkuat lagi dengan Surat Bupati Labuhanbatu No. 14870/3-STP-SDP tertanggal 28 Desember 1977 ditandatangani Pj. Sekwilda, Abd. Wahab Dalimunthe, SH atas nama Pelaksana Bupati Kepala Daerah Tk II Labuhanbatu. Menyetujui permohonan pemakaian tanah 2 Ha untuk lokasi sekolah.
     
Gayung bersambut. Pada 10 Januari 1978, project manager P3RSU, Ir. A. Rahman Rangkuti lewat surat No 406/PMU/0.09/78 memerintahkan manager P3RSU Unit Damuli segera melakukan pengukuran/pemetaan 2 Ha tanah untuk pembangunan gedung SMP.
      
Semenjak pelepasan lahan P3RSU tersebut, cikal bakal SMP Setia Damuli yang sejak 5 Januari 1977 sudah mulai beroperasi di SD Inpres Gunung Melayu, kemudian dipindahkan ke lahan pelepasan P3RSU.
     
Sayang  sekali, karena tidak mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain yang dari tahun ketahun terus berkembang pesat bak jamur di musim hujan, SMP Setia Damuli hanya bisa bertahan hingga 1978, dengan sejumlah lulusan tersebar dimana-mana.

Rekayasa
     
Pasca tutupnya SMP Setia Damuli, sebagai upaya penyelamatan aset 7 Desa, Kades Damuli Kebun (waktu itu Hasan R) mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) 2 Ha lahan komplek SMP Setia memakai nama Hj. Nursimah Br Harahap (bekas Pj Kades Gunung Melayu) mengatasnamakan Yayasan Perguruan Setia Damuli.
     
Pada poin 6 SKT No. 593.6/502/1987 tertanggal 21 April 1987 tersebut masih jelas disebutkan bahwa “Tanah tersebut berasal dari pemberian P3RSU dengan surat tertanggal 10 Januari 1978 No. 326/UD/PNU/0.09/78, diberikan buat tapak pembangunan gedung Yayasan Perguruan Setia Damuli Kecamatan Kualuhhulu” dengan batas-batasnya yakni: Sebelah Utara berbatas dengan sungai sepanjang 184 M; Sebelah Timur berbatas dengan sungai sepanjang 156 M; Sebelah Selatan berbatas dengan Jl. Kolomento sepanjang 184 M; Sebelah Barat berbatas dengan Jalan Raya sepanjang 156 M (sesuai dengan ukuran yang diberikan P3RSU).
     
Sungguh mencengangkan, setahun kemudian, tepatnya tanggal 24 September 1988, Kades Damuli Kebun, Hasan R, kembali mengeluarkan SKT No. 140/314/PEM/1988 atas nama Hj. Nursimah Br Harahap. Bedanya, selain ukuran tanah jauh berubah, poin 6 pada SKT terdahulu ternyata sudah tidak dicantumkan lagi.
     
Ajaibnya, atas penunjukan dan penetapan batas oleh Hj. Nursimah Br Harahap, lahan yang semula diproyeksikan untuk tapak pembangunan SMP Setia Damuli, tiba-tiba beralih menjadi hak milik Elma Suriani Boru Regar. Ini termaktub dalam Sertifikat (Tanda Bukti Hak) No. 366 produk BPN Labuhanbatu tanggal 31 Maret 1997 ditandatangani Kepala BPN, Ir. Serta Munthe.

Bantuan LSM BADAI-RI
     
Merasa seperti ada “udang dibalik peyek” plus pembuatan sertifikat atas nama Elma Suriani Boru Regar sarat muatan rekayasa, sontak puluhan masyarakat 7 Desa memberikan kuasa kepada LSM BADAI-RI Kualuh Selatan guna melakukan upaya hukum, antara lain: membuat laporan/pengaduan kepada instansi terkait, mengikuti seluruh kegiatan/proses hukum dan atau melakukan upaya lain menurut peraturan dan ketentuan yang berlaku.
     
Bersama rekan-rekan yang mendukung tanpa pamrih, Ketua LSM BADAI Kualuh Selatan, Rusli Effendi Siagian secara resmi melaporkan permasalahan praktik rekayasa pengalihan hak 2 Ha lahan eks SMP Setia Damuli atas nama Elma Suriani kepada Bupati Labuhanbatu dengan tembusan sejumlah instansi terkait.
     
Belakangan, sesudah Labura dimekarkan, pada saat Plt Bupati dijabat Drs. H. Daudsyah, MM, pengaduan LSM BADAI-RI Kualuh Selatan mendapat sambutan positif. Waktu itu, Sekda Labura, H. Amran Matondang, SH sempat turun ke lapangan, begitu juga pihak Polres Labuhanbatu. Sialnya, persoalan “perampasan hak” orang banyak yang dilakoni Elma Suriani Br Regar masih terus menjadi pergunjingan berbagai kalangan.
     
Sedikit menggembirakan warga, pada saat Bupati Labura dijabat H. Kharuddinsyah Sitorus, SE laporan LSM BADAI sempat di respons dan berjanji akan menuntaskan permasalahan.
     
Dihadapan sejumlah wartawan, Rabu (21/09/2011) Bupati mengatakan, apapun permasalahan yang mencuat dimasyarakat, spesial menyangkut kepentingan orang banyak, kalau ingin menjadi Bupati yang tidak bersikap “setengah hati”, wajib diselesaikan supaya antara kelompok masyarakat tidak menimbulkan sakwasangka guna terciptanya kondusifitas pada semua lini.
     
“Iya, iya, masalah lahan eks SMP Setia Damuli itu akan menjadi agenda saya. Saya akan panggil semua pihak yang terlibat dalam permasalahan. Tunggu, saya akan berkoordinasi dengan staf yang lebih mengetahui duduk persoalannya,” janji Bupati waktu itu.
     
Hasilnya, Bupati cuma memanggil suami dari Elma, Drs. Zulkarnaen Harahap merupakan salah seorang staf di Inspektorat Labura tanpa diketahui apa hasil pembicaraan mereka.
     
Yang pasti, lewat Surat Undangan Rapat Dengar Pendapat No. 005/3331/Tapem/2011 tertanggal 20 Desember 2011 atas nama Bupati Labura ditandatangani Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdakab, Drs. H. Amin Daulay, MSi, memutuskan, Pemkab Labura merasa tidak punya kaitan dengan persoalan 2 Ha lahan eks SMP Setia Damuli dan diserahkan sepenuhnya kepada Elma Suriani Br Regar. Bagi masyarakat yang merasa keberatan, silahkan gugat melalui proses hukum. (br.04)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar