Elmasuriani Boru Regar
Digugat Warga…!
Aekkanopan, (Berita Rakyat)
Pasca pengembalian atau lebih tepat
disebut “pelepasan” sepihak lahan eks Sekolah Menengah Pertama (SMP) Swasta
Setia Damuli kepada Elmasuriani Boru Regar (sesuai tertera pada Sertifikat Hak
Milik-red) oleh Bupati Labuhanbatu Utara (Labura), H. Kharuddinsyah Sitorus, SE
diwakili Asisten Pemerintahan dan Kesra Sekdakab, Drs. H. Amin Daulay, MSi,
dipastikan berekses kurang nyaman terhadap “Boreg”, begitu pengusaha rumah
makan dan latex (getah cair) bernasib mujur tersebut selalu disapa.
Pasalnya, kendati sebelumnya Elmasuriani
bisa membusungkan dada karena dalam pertemuan dengan warga 7 Desa (Desa Damuli
Pekan, Damuli Kebun, Gunung Melayu, Bandar Lama, Lobuhuala, Hasang, Siamporik)
yang digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labura, Jum’at (20/12) terkesan
secara terang-terangan sengaja di “menang” kan oleh Asisten
Pemerintahan dan Kesra, ternyata “kemenangan” Elmasuriani bakal terusik,
menyusul pengajuan gugatan delapan warga mengatasnamakan masyarakat 7 Desa ke
Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat......
Dalam surat tertanggal 08 Maret 2011,
melalui Law Office NURSRIANI, SH & ASSOCIATES, kedelapan penggugat (R.
Humala Munthe, Nurdin Tanjung, A. Jali, Sadimin, Abdul Pane, M. Yusuf, Slamat,
Rusli Effendi) mengajukan gugatan ditujukan kepada Ketua PN Rantauperapat
dengan register No. 12/PDT.G/2012/PN-RAP.
Di samping memaparkan kronologis
permasalahan, kedelapan warga lewat advokat/penasihat hukum Nursriani, SH, juga
meminta kepada PN Rantauperapat untuk memanggil dan memeriksa pihak-pihak
terkait sekaligus mengadili perkara gugatan penggugat dalam suatu persidangan,
selanjutnya memberikan keputusan menerima seluruh gugatan.
Tidak tanggung-tanggung, kecuali
Elmasuriani Boru Regar, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Labuhanbatu pun turut
tergugat. “Perbuatan tergugat menguasai tanah
terperkara yang merupakan tanah milik masyarakat/SMP. Setia Damuli adalah
perbuatan melawan hukum, sebab tanah terperkara tersebut dipergunakan untuk
kepentingan umum. Telah beberapa kali diadakan musyawarah antara
penggugat/masyarakat dengan tergugat dimediasi oleh pemerintah daerah setempat,
tetapi tidak ada tercapai kata mufakat.
Berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUH
Perdata menyatakan : Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan
membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang menimbulkan kerugian itu
karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut. Atas perbuatan
tergugat tersebut menyebabkan para penggugat/masyarakat menderita kerugian baik
meteriil maupun moril, dan sangatlah wajar apabila para penggugat meminta ganti
rugi sebesar Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah), dengan rincian kerugian
materiil Rp 1.5 M, kerugian moril Rp 500 Juta.
Penggugat menaruh sangka buruk kepada
tergugat tidak akan melaksanakan amar putusan pada perkara ini, oleh karenanya
wajar jika penggugat memohonkan kepada PN Rantauperapat meletakkan sita jaminan
(revindicatoir) atas tanah terperkara. Penggugat juga sangat khawatir dengan
perilaku tergugat yang tidak akan mau melaksanakan putusan perkara ini dengan
sukarela, oleh karenanya mohon terhadap tergugat diberikan hukum untuk membayar
uang paksa (dwangsoom) sebesar Rp 1.000.000,- setiap hari kepada penggugat,
jika lalai melaksanakan amar putusan perkara a quo”, pinta penggugat dalam
putusan.
Diakhir surat gugatannya, warga penggugat memohon
supaya PN Rantauperapat memberikan putusan : menyatakan menerima gugatan
seluruhnya, menyatakan perbuatan tergugat adalah perbuatan melanggar hukum,
menyatakan penggugat adalah yang berhak atas tanah terperkara, menyatakan sah
dan berharga jika sita jaminan atas tanah terperkara beserta segala sesuatu
yang ada diatasnya dilakukan juru sita PN Rantauperapat.
Permohonan
lain, penggugat meminta menghukum tergugat atau orang lain atau siapa saja yang
mendapatkan hak dari tergugat untuk menyerahkan sebidang tanah lebih kurang 2
Ha. Menhukum tergugat untuk membayar ganti kerugian secara materiil dan moril
kepada penggugat sebesar Rp 2 M. menghukum tergugat untuk membayar uang paksa
sebesar Rp 1 Juta setiap hari kepada penggugat jika lalai melaksanakan isi
putusan perkara. Menghukum tergugat dan turut tergugat untuk mematuhi isi
putusan dalam perkara. Menghukum tergugat untuk membayar biaya yang timbul
dalam perkara seluruhnya. Menyatakan putusan perkara dapat dijalankan secara
serta merta (unitvoorbaar bij voorraad) meskipun tergugat menggunakan upaya
hukum banding dan kasasi.
Sebagaimana diberitakan pada edisi
sebelumnya, sejumlah kalangan beranggapan, kebijakan Bupati Labura,
Kharuddinsyah Sitorus, SE dinilai tidak bijak, ihwal dilepaskannya 2 Ha lahan
pertapakan eks SMP Swasta Setia Damuli yang notabene merupakan aset 7 Desa
diseputaran Kecamatan Kualuh Selatan kepada Elmasuriani Br. Regar.
Hal tersebut terungkap saat
dilaksanakannya rapat dengar pendapat antara Pemkab Labura diwakili Asisten
Pemerintahan dan Kesra Setdakab, Drs. H. Amin Daulay, M.Si dan Kabag
Pemerintahan, Drs. Habibuddin, M.Ap dengan masyarakat mewakili 7 Desa plus
pejabat instansi terkait di Aula Pertemuan Kantor Bupati, Jum’at (20/12).
Walau tanpa dihadiri Kepala Kantor Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Labuhanbatu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
(kadisdikbud), Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Kadishutbun), Camat
Kualuh Selatan dan beberapa saksi kunci, Drs. H. Amin Daulay, M.Si
mengatasnamakan Bupati Labura, H. Kharuddinsyah Sitorus, SE, secara sepihak,
memutuskan 2 Ha lahan Eks SMP Setia Damuli – tanpa reserve – diserahkan
bulat-bulat kepada Elmasuriani Br. Regar. Bagi warga masyarakat yang merasa
keberatan silahkan menggugat sesuai dengan proses hukum yang berlaku.
Aneh, memang. Betapa tidak, pada satu
sisi, Bupati H. Kharuddinsyah dalam berbagai kesempatan acap mengkampanyekan
diri akan melepaskan 328 Ha lahan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) III Kebun
Membangmuda dengan rincian 50 Ha sedang dalam proses penyelesaian, sedangkan
7,60 Ha (untuk pelebaran jalan dari mesjid Al Aman – Guntingsaga) sudah selesai
pelepasannya.
“Guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat
Labura, saya akan berusaha memperjuangkan pelepasan 328 Ha lahan PTPN III Kebun
Membangmuda untuk perluasan wilayah. 50 Ha diantaranya sedang dalam proses
penyelesaian di Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sedangkan 7,60 Ha
sudah selesai pelepasannya,” sebut Bupati di ruang kerjanya sewaktu menerima
audiensi pengurus Mejelis Pimpinan Cabang (MPC) Pemuda Pancasila (PP) Labura
jelang pelantikan, beberapa waktu lalu.
Realita lapangan, bertolak punggung.
Kecuali pelepasan 5 Ha lahan hasil gawean Drs. H Daudsyah, MM dalam kapasitas
Pelaksana Tugas (Plt) I Bupati Labura untuk keperluan pembangunan kantor Bupati
(saat ini sedang dikerjakan-red), ternyata belum ada sejengkal tanah pun dari
lahan PTPN III Kebun Membangmuda berhasil dilepaskan Bupati terpilih, H.
Kharuddinsyah Sitorus, SE.
Pemberian P3RSU
Untuk mendudukan permasalahan pada
proporsi yang sebenarnya serta membuka mata semua elemen tentang keberadaan 2
Ha lahan eks SMP Setia Damuli dimaksud, kami sengaja memaparkan kronologis
perolehan lahan.
Hasil investigasi wartawan Berita Rakyat didukung data-data yang
ada, guna memenuhi kebutuhan fasilitas pendidikan di wilayah 7 Desa, meliputi :
Desa Damuli Pekan, Desa Damuli Kebun, Desa Gunung Melayu, Desa Hasang, Desa
Lobuhuala, Desa Bandar Lama, Desa Siamporik, ketujuh Kepala Desa (Kades)
sepakat membuat usulan melalui Camat Kualuhhulu (sebelum dimekarkan menjadi
Kecamatan Kualuh Selatan) untuk memperoleh lahan pertapakan SMP dari P3RSU yang
ketika itu membuka Proyek Inti Rakyat (PIR).
Usulan positif dari 7 Kades langsung
direspons Camat Kualuhhulu melalui Surat No. 1582/12/Kesra/77 tertanggal 24
Desember 1977 memohon kepada Manager P3RSU dapat kiranya melepaskan lahan seluas
2 Ha untuk kepentingan lokasi/komplek SMP Setia Damuli.
Permohonan Camat Kualuhhulu diperkuat lagi
dengan Surat Bupati Labuhanbatu No. 14870/3-STP-SDP tertanggal 28 Desember 1977
ditandatangani Pj. Sekwilda, Abd. Wahab Dalimunthe, SH atas nama Pelaksana
Bupati Kepala Daerah Tk II Labuhanbatu. Menyetujui permohonan pemakaian tanah 2
Ha untuk lokasi sekolah.
Gayung bersambut. Pada 10 Januari 1978,
project manager P3RSU, Ir. A. Rahman Rangkuti lewat surat No 406/PMU/0.09/78 memerintahkan
manager P3RSU Unit Damuli segera melakukan pengukuran/pemetaan 2 Ha tanah untuk
pembangunan gedung SMP.
Semenjak pelepasan lahan P3RSU tersebut,
cikal bakal SMP Setia Damuli yang sejak 5 Januari 1977 sudah mulai beroperasi
di SD Inpres Gunung Melayu, kemudian dipindahkan ke lahan pelepasan P3RSU.
Sayang
sekali, karena tidak mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain yang
dari tahun ketahun terus berkembang pesat bak jamur di musim hujan, SMP Setia
Damuli hanya bisa bertahan hingga 1978, dengan sejumlah lulusan tersebar
dimana-mana.
Rekayasa
Pasca tutupnya SMP Setia
Damuli, sebagai upaya penyelamatan aset 7 Desa, Kades Damuli Kebun (waktu itu
Hasan R) mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) 2 Ha lahan komplek SMP Setia
memakai nama Hj. Nursimah Br Harahap (bekas Pj Kades Gunung Melayu)
mengatasnamakan Yayasan Perguruan Setia Damuli.
Pada poin 6 SKT No. 593.6/502/1987
tertanggal 21 April 1987 tersebut masih jelas disebutkan bahwa “Tanah tersebut berasal dari pemberian
P3RSU dengan surat tertanggal 10 Januari 1978 No. 326/UD/PNU/0.09/78, diberikan
buat tapak pembangunan gedung Yayasan Perguruan Setia Damuli Kecamatan
Kualuhhulu” dengan batas-batasnya yakni: Sebelah Utara berbatas dengan
sungai sepanjang 184 M; Sebelah Timur berbatas dengan sungai sepanjang 156 M;
Sebelah Selatan berbatas dengan Jl. Kolomento sepanjang 184 M; Sebelah Barat
berbatas dengan Jalan Raya sepanjang 156 M (sesuai dengan ukuran yang diberikan
P3RSU).
Sungguh mencengangkan, setahun kemudian,
tepatnya tanggal 24 September 1988, Kades Damuli Kebun, Hasan R, kembali
mengeluarkan SKT No. 140/314/PEM/1988 atas nama Hj. Nursimah Br Harahap.
Bedanya, selain ukuran tanah jauh berubah, poin 6 pada SKT terdahulu ternyata
sudah tidak dicantumkan lagi.
Ajaibnya, atas penunjukan dan penetapan
batas oleh Hj. Nursimah Br Harahap, lahan yang semula diproyeksikan untuk tapak
pembangunan SMP Setia Damuli, tiba-tiba beralih menjadi hak milik Elma Suriani
Boru Regar. Ini termaktub dalam Sertifikat (Tanda Bukti Hak) No. 366 produk BPN
Labuhanbatu tanggal 31 Maret 1997 ditandatangani Kepala BPN, Ir. Serta Munthe.
Bantuan LSM BADAI-RI
Merasa seperti ada “udang dibalik peyek”
plus pembuatan sertifikat atas nama Elma Suriani Boru Regar sarat muatan
rekayasa, sontak puluhan masyarakat 7 Desa memberikan kuasa kepada LSM BADAI-RI
Kualuh Selatan guna melakukan upaya hukum, antara lain: membuat
laporan/pengaduan kepada instansi terkait, mengikuti seluruh kegiatan/proses
hukum dan atau melakukan upaya lain menurut peraturan dan ketentuan yang
berlaku.
Bersama rekan-rekan yang mendukung tanpa
pamrih, Ketua LSM BADAI Kualuh Selatan, Rusli Effendi Siagian secara resmi
melaporkan permasalahan praktik rekayasa pengalihan hak 2 Ha lahan eks SMP
Setia Damuli atas nama Elma Suriani kepada Bupati Labuhanbatu dengan tembusan
sejumlah instansi terkait.
Belakangan, sesudah Labura dimekarkan,
pada saat Plt Bupati dijabat Drs. H. Daudsyah, MM, pengaduan LSM BADAI-RI
Kualuh Selatan mendapat sambutan positif. Waktu itu, Sekda Labura, H. Amran
Matondang, SH sempat turun ke lapangan, begitu juga pihak Polres Labuhanbatu.
Sialnya, persoalan “perampasan hak” orang banyak yang dilakoni Elma Suriani Br
Regar masih terus menjadi pergunjingan berbagai kalangan.
Sedikit menggembirakan warga, pada saat Bupati
Labura dijabat H. Kharuddinsyah Sitorus, SE laporan LSM BADAI sempat di respons
dan berjanji akan menuntaskan permasalahan.
Dihadapan sejumlah wartawan, Rabu
(21/09/2011) Bupati mengatakan, apapun permasalahan yang mencuat dimasyarakat,
spesial menyangkut kepentingan orang banyak, kalau ingin menjadi Bupati yang
tidak bersikap “setengah hati”, wajib diselesaikan supaya antara kelompok
masyarakat tidak menimbulkan sakwasangka guna terciptanya kondusifitas pada
semua lini.
“Iya, iya, masalah lahan eks SMP Setia
Damuli itu akan menjadi agenda saya. Saya akan panggil semua pihak yang
terlibat dalam permasalahan. Tunggu, saya akan berkoordinasi dengan staf yang
lebih mengetahui duduk persoalannya,” janji Bupati waktu itu.
Hasilnya, Bupati cuma memanggil suami dari
Elma, Drs. Zulkarnaen Harahap merupakan salah seorang staf di Inspektorat
Labura tanpa diketahui apa hasil pembicaraan mereka.
Yang pasti, lewat Surat Undangan Rapat
Dengar Pendapat No. 005/3331/Tapem/2011 tertanggal 20 Desember 2011 atas nama
Bupati Labura ditandatangani Asisten Pemerintahan dan Kesra Setdakab, Drs. H.
Amin Daulay, MSi, memutuskan, Pemkab Labura merasa tidak punya kaitan dengan
persoalan 2 Ha lahan eks SMP Setia Damuli dan diserahkan sepenuhnya kepada Elma
Suriani Br Regar. Bagi masyarakat yang merasa keberatan, silahkan gugat melalui
proses hukum. (br.04)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar