Rasulullah SAW
dalam sebuah hadistnya berkata, “Jika terjadi kemungkaran, cegahlah dengan
kekuatan, jika tak mampu cegahlah dengan kata kata, setidaknya cegah dengan
hatimu tetapi itulah selemah lemah iman “ Kalimat ini sering kita dengar
disampaikan para pendakwah, namun jujur kita katakan sangat jarang kita
laksanakan jika menemukan atau berhadapan dengan kemungkaran dan kemaksiatan.
Subhanallah hidayah Allah turun kepada saudara kita 7 aktivis Islam
Labuhanbatu, peringatan Rasulullah tersebut setiap saat berdengung ditelinga
mereka dan berkata dihati. Menghancurkan kemaksiatan harus segera dilaksanakan,
tak bisa dibiarkan, kata hati mereka.
Sikap 7 aktivis
Islam yang ingin melawan kemungkaran itu
muncul ketika belakangan ini di Kota Rantauprapat khususnya dan Labuhanbatu
pada umumnya kemungkaran berupa kemaksiatan tumbuh subur bak jamur dimusim
hujan tumbuh berkembang bagai benalu yang bakal merusak yang dililitnya.
Melihat semua ini 7 saudari kita dari aktivis Islam Labuhanbatu resah, gelisah
menahan amarah. Semula mereka berdiam diri dengan hati yang mengatakan tak
terima adanya kemungkaran berupa kemaksiatan itu. Mereka sadar hati mereka yang
tak setuju merajalelanya kemaksiatan hanyalah selemah lemah iman, namun mereka
tetap bersabar berharap aparat berwenang segera bertindak.
Sayang, yang diharap tak kunjung
muncul, para pemegang kekuasaan seakan tak terusik dengan berkembang biaknya
kemaksiatan
itu. Kenapa tidak ada yang bertindak, apakah lahan maksiat ini di jadikan oknum - oknum tertentu untuk
mengutip upeti tak resmi. Walau muncul dugaan kearah
itu, namun tak ada bukti akurat untuk menunjuk hidung pelakunya. Tak sabar
menunggu, 7 saudara kita tersebut meningkatkan nilai keimanannya dengan
menggunakan kata - kata. Tiga kali berturut turut mereka menyurati pihak terkait seperti Pemerintah
Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu dan pihak Polres Labuhanbatu.
Isi surat mereka
meminta kekuatan berupa kewenangan yang
dimilki kedua instansi tersebut dapat membantu mereka yang resah dan gelisah
melihat kemaksiatan yang tak terkendali lagi. Entah tak perduli dengan isi surat
tersebut atau boleh jadi menganggap remeh permintaan mereka, tindakan yang
diharapkan tak pernah dilaksanakan pemangku kewenangan. Parahnya, kemaksiatan
itu seakan mengejek, “ Biar tau ente ente
semua, tak ada satu kekuatanpun yang sanggaup membasmi kami “ demikian kira
kira ejekan setan pemelihara kemaksiatan itu.
Rasa resah, hati
yang gelisah bergolak, berobah menjadi amarah, merekapun bergerak, berbuat,
kewenangan dan kekuatan yang seharusnya digunakan aparatur pemerintah maupun
aparat berwajib, mereka “ pinjam sebentar “. Mereka mendatangi 2 tempat maksiat yang diduga menyediakan
tempat prostitusi, menyediakan wanita Tuna Susila (WTS) dan memperjual belikan
minuman keras secara ilegal mereka gasak,
usaha ilegal yang penuh kemaksiatan itu mereka minta ditutup. Pemilik warung “esek esek “ itu bersikeras, “ siapa
kamu, apa hak kamu, kamu pikir kamu siapa berani menutup usaha ini “ demikian
kira kira sambutan pemilik cafe menyambut permintaan mereka. Tak sabar berdebat
berlama lama mereka bertindak, brak, bruk mereka marah menendang dinding cafe itu, tapi tidak sampai
menimbulkan kerusakan berarti. Selesai
dengan tindakannya mereka bergegas pulang. Mereka menang, mereka berhasil
menunjukkan kalau kekuatan membasmi maksiat itu masih ada.
Sayang, kemenangan mereka
melaksanakan “perintah Allah” dipersalahkan telah melanggar peraturan buatan
manusia (bukan buatan Sang Pencipta Allah Swt). Dengan tuduhan melakukan
pelanggaraan hukum karena melakukan pengrusakan, mereka dipenjarakan. “ Sabar
saudaraku, iman kita masih terus diuji, yakinlah penjara didunia yang kau
rasakan, akan dignti Allah dengan kenikmatan Syurga yang Mulia di akhirat “ doa
para sahabat. Benarkah mereka bersalah ?
Kalau menurut hukum pidana - Ya. Tapi
muncul satu pertanyaan. Ceritanya, konon sebelum mereka melakukan aksinya pada
tgl 9 Maret lalu, sehari sebelumnya
yakni tgl 8 Maret, melalui sepotong surat mereka telah menyampaikan
pemberitahuan akan melakukan aksi unjuk rasa moral ke kedua cafe maksiat
tersebut, setelah sebelumnya mendapat
laporan dari maksyarakat.
Itu mereka lakukan
untuk memenuhi ketentuan yang diisyaratkan peraturan dalam melakukan unjuk
rasa. Seharusnya pihak Polres melakukan pengamanan/mengawal gerakan unjuk rasa
tersebut untuk tidak terjadi anarkis,
itupun kalau ada. Tapi herannya pengamanan / pengawalan itu tak
dilakukan Polres Labuhanbatu, padahal itu harus, sesuai dengan ketentuan. Ada
apa, apakah ini jebakan,kita tak menuduh,
Polreslah yang tahu, dan Allah Maha Tahu. Dan Parahnya, 7 saudara kita
itu sangat terkejut, saat dituduh melakukan pengrusakan hebat dan dikatatakan
salah satu cafe itu hampir rata dengan tanah. Ini fitnah, kata mereka. Kami
tahu aturan dan kami diajarkan bahwa “Islam itu Rahmatan Lil Alamin” bukan
perusak, kami tahu itu, kata mereka.
Benarkah ada
kerusakan parah, saat koran ini menyambangi salah satu lokasi yang didatangi 7
aktivis ini dalam aksinya, di daerah Gariang Kopi Desa Janji Kecamatan Bilah
Barat, cafe itu terlihat masih berdiri kokoh, jadi apa yang dirusak. Kalau
lokasi yang di Desa Sidorukun Aek Nabara Kecamatan Pangkatan konon kabarnya
memang ambruk. Tapi 7 aktivis membantah melakukan itu, lantas siapa pelakunya,
atau sengaja “dirubuhkan” untuk modal rekayasa ? Tak ada bukti memang, tapi
rumor bercerita begitu.
Kalau untuk
kepentingan ummat, apakah mereka dapat dipersalahkan ?. Nanti dulu pak. Diperlukan pembahasan,
perdebatan dan pengkajian, serta perlu pula dicari akar masalahnya, mengapa
mereka berbuat ?
Untuk kepentingan
pemerintahan mau pun kepentingan masyarakat, Pemkab Labuhanbatu diberikan hak
oleh pemerintah pusat membuat dan menetapkan Peraturan Daerah yang kerap
disebut Perda. Diantara sekian banyak Perda yang ada terdapat Perda No 31 tahun
2008 dan Perda No 32 Tahun 2008 tentang Peredaran Minuman Keras dan Prostitusi.
Sebagai penanggungjawab berjalan / terlaksananya atau tidak adalah Bupati Kabupaten
Labuhanbatu sebagai Kepala Daerah. Sementara untuk mengawaasi pelaksanaan Perda
tersebut merupakan kewenangan dari saudara saudara kita yang kita hantarkan ke
kursi DPRD Kabupaten Labuhanbatu.
Nah ini dia.
Berjalankah kedua Perda yang melarang dan mengatur maksiat tersebut ?. Penulis
tidak memonopoli keputusan mengatakan berjalan atau tidak. Terpulang kepada
kita masing masing untuk menilainya. Yang pasti 7 saudara yang telah melakukan
jihad telah dipenjarakan karena dituduh melakukan Cafe / Warung maksiat tanpa
ijin.” Nah kalau begitu Perda belum
berjalan dong, buktinya 7 saudara kita itu ditangkap karena dituduh merusak
tempat maksiat itu“ kata seorang pak
Haji pengunjung aktif Kedai Kopi Akur Rantauprapat. “ Iya, masih banyak tempat
maksiat itu yang buka usahanya terang terangan, aku tau itu, Cuma kenapa yang bertanggung jawab, berjalan atau tidak Perda itu tak melaksanakannya
“ sahut temannya yang lain macam ondak mamancing pendapat. “ Itulah yang heran
kita, mengapa pak Bupati kita begitu “ kata Pak Haji yang tak sadar menyebutkan
Pak Bupati. Terpancing juga Pak Haji itu rupanya.
Walaupun ini kombur kedai
kopi, terkadang banyak juga botulnya dan menarik perhatian, malah bisa bisa
kita ikut nimbrung. Buktinya, seorang pengunjung lain yang duduk di meja
sebelah tanpa memberi aba aba langsung menyalip pembicaraan tadi.” Iya, tapi
kan tak adil kalau pak Bupati saja yang disalahkan, anggota DPRD kita itu
kemana, wakil kita itu kan tugasnya pengawasan, mengapa tak berbuat “ katanya
seakan tak rela Pak Bupati saja yang disalahkan. Tim Sukses ku agak kawan kita
ini. Wajar !
Tapi bagi penulis, ndak usahlah kita cari cari siapa yang
salah dan siapa yang bertanggungjawab, Lebih bermanfaat barangkali kalau
peristiwa ini kita jadikan untuk introspeksi diri kita masing, daripada memperpanjang
perdebatan yang tak habis habisnya. Baik itu pak Bupati sebagai penanggungjawab
pelaksanaan Perda, DPRD yang salah satu fungsinya pengawasan, begitu juga
aparat penegak hukum, ulama ( pemuka agama lainnya ) dan kita semua masing
masing warga Labuhanbatu. Tanya hati kita masing masing sudahkah kita berbuat
untuk memerangi maksiat atau sebaliknya ? Naudzubillah. Saatnya kita bertaubat
jika dimasa lalu kita dari bagian maksiat itu, atau barangkali ikut mendukung
kemaksiatan. Demikian juga bagi yang selama ini berdiam diri, atau tak mau tahu
atau yang berpendirian “ lantaknya lah kesitu, pokoknya aku tak ikut, orang tu
lah itu, dia yang badosa “. mari kita
berbuat sesuai dengan tugas dan profesi kita masing masing. Mari mulai saat ini
sampai akhir hayat kita, siapapun kita, dari manapun kita datang, apapun
tingkah laku kita yang lalu, kita “perbaharui “ nawaitu kita dengan semata mata
Lillahitaala untuk senantiasa memerangi dan melawan kemaksiatan di Labuhanbatu
khususnya dan di bumi Allah ini pada umumnya.
Dan yang tak kalah
pentingnya, 7 saudara kita yang berjihad melawan kemaksiatan saat ini di kurung
dibalik terali besi, entah sampai kapan. Mereka telah menyentakkan kita dari
tidur lelap di tengah maksiat yang merajalela, mereka telah membangkitkan keimanan
kita untuk melawan maksiat. Tak cukup barangkali hanya dengan berdoa memohon
keringanan hukuman mereka, tak cukup kita berteriak bertanding orasi dalam
unjuk rasa gerakan moral. Mereka punya keluarga, punya anak, dan punya tanggungjawab.
Beban itu hampir pasti membebani pikiran mereka walaupun sebenarnya mereka
telah siap dengan segala resiko asal kemaksiatan musnah dari bumi Allah. Tak
salah kalau kita bersama mengulurkan tangan dan merogoh kantong kita untuk
bersedekah atau berinfag membantu mereka meringankan beban tanggungjawab.
Bukankah orang yang berjihad di jalan Allah kita sebut “fisabilillah”(ini
pendapat saya ampun dan maaf jika salah), bukankah bersedekah dan berinfag bagi
fisabilillah merupakan amalan sholiha.
Kita berharap
penjara tak membuat mereka gentar, tak membuat iman mereka luntur, dan semangat
mereka kendur. Mereka dipenjara karena melanggar hukum pidana “ buatan manusia
yang konon masih berbau kolonialis “ Tapi sebenarnya mereka melaksanakan
perintah Allah Swt, Allah yang Maha Pencipta, termasuk menciptakan manusia itu
sendiri. Allah Yang Maha Kuasa, Badiusamawati wal ardo, Malikaddunya wal
akhirah. Laknat Allah bagi mereka yang menghalangi gerakan melawan maksiat. Astaghfirullah… (Penulis adalah Mantan Ketua DPC Partai Bulan Bintang
Labuhanbatu)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar