Minggu, 01 April 2012

Menyikapi Tindakan 7 Aktivis Islam dan Akar Masalahnya

                                        Oleh : H. Syarifuddin “Ucok” Tanjung
Rasulullah SAW dalam sebuah hadistnya berkata, “Jika terjadi kemungkaran, cegahlah dengan kekuatan, jika tak mampu cegahlah dengan kata kata, setidaknya cegah dengan hatimu tetapi itulah selemah lemah iman “ Kalimat ini sering kita dengar disampaikan para pendakwah, namun jujur kita katakan sangat jarang kita laksanakan jika menemukan atau berhadapan dengan kemungkaran dan kemaksiatan. Subhanallah hidayah Allah turun kepada saudara kita 7 aktivis Islam Labuhanbatu, peringatan Rasulullah tersebut setiap saat berdengung ditelinga mereka dan berkata dihati. Menghancurkan kemaksiatan harus segera dilaksanakan, tak bisa dibiarkan, kata hati mereka.

Sikap 7 aktivis Islam yang  ingin melawan kemungkaran itu muncul ketika belakangan ini di Kota Rantauprapat khususnya dan Labuhanbatu pada umumnya kemungkaran berupa kemaksiatan tumbuh subur bak jamur dimusim hujan tumbuh berkembang bagai benalu yang bakal merusak yang dililitnya. Melihat semua ini 7 saudari kita dari aktivis Islam Labuhanbatu resah, gelisah menahan amarah. Semula mereka berdiam diri dengan hati yang mengatakan tak terima adanya kemungkaran berupa kemaksiatan itu. Mereka sadar hati mereka yang tak setuju merajalelanya kemaksiatan hanyalah selemah lemah iman, namun mereka tetap bersabar berharap aparat berwenang segera bertindak.
Sayang, yang diharap tak kunjung muncul, para pemegang kekuasaan seakan tak terusik dengan berkembang biaknya kemaksiatan itu. Kenapa tidak ada yang bertindak, apakah lahan maksiat ini di jadikan oknum - oknum tertentu untuk mengutip upeti tak resmi. Walau muncul dugaan kearah itu, namun tak ada bukti akurat untuk menunjuk hidung pelakunya. Tak sabar menunggu, 7 saudara kita tersebut meningkatkan nilai keimanannya dengan menggunakan kata - kata. Tiga kali berturut turut mereka menyurati pihak terkait seperti Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Labuhanbatu dan pihak Polres Labuhanbatu.

Isi surat mereka meminta  kekuatan berupa kewenangan yang dimilki kedua instansi tersebut dapat membantu mereka yang resah dan gelisah melihat kemaksiatan yang tak terkendali lagi. Entah tak perduli dengan isi surat tersebut atau boleh jadi menganggap remeh permintaan mereka, tindakan yang diharapkan tak pernah dilaksanakan pemangku kewenangan. Parahnya, kemaksiatan itu seakan mengejek, “ Biar tau ente ente semua, tak ada satu kekuatanpun yang sanggaup membasmi kami “ demikian kira kira ejekan setan pemelihara kemaksiatan itu.

Rasa resah, hati yang gelisah bergolak, berobah menjadi amarah, merekapun bergerak, berbuat, kewenangan dan kekuatan yang seharusnya digunakan aparatur pemerintah maupun aparat berwajib, mereka “ pinjam sebentar “. Mereka mendatangi  2 tempat maksiat yang diduga menyediakan tempat prostitusi, menyediakan wanita Tuna Susila (WTS) dan memperjual belikan minuman keras secara ilegal mereka gasak, usaha ilegal yang penuh kemaksiatan itu mereka minta ditutup. Pemilik warung “esek esek “ itu bersikeras, “ siapa kamu, apa hak kamu, kamu pikir kamu siapa berani menutup usaha ini “ demikian kira kira sambutan pemilik cafe menyambut permintaan mereka. Tak sabar berdebat berlama lama mereka bertindak, brak, bruk  mereka marah menendang dinding cafe itu, tapi tidak sampai menimbulkan kerusakan berarti.  Selesai dengan tindakannya mereka bergegas pulang. Mereka menang, mereka berhasil menunjukkan kalau kekuatan membasmi maksiat itu masih ada.

Sayang, kemenangan mereka melaksanakan “perintah Allah” dipersalahkan telah melanggar peraturan buatan manusia (bukan buatan Sang Pencipta Allah Swt). Dengan tuduhan melakukan pelanggaraan hukum karena melakukan pengrusakan, mereka dipenjarakan. “ Sabar saudaraku, iman kita masih terus diuji, yakinlah penjara didunia yang kau rasakan, akan dignti Allah dengan kenikmatan Syurga yang Mulia di akhirat “ doa para sahabat. Benarkah mereka bersalah ?  Kalau menurut hukum pidana  - Ya. Tapi muncul satu pertanyaan. Ceritanya, konon sebelum mereka melakukan aksinya pada tgl 9 Maret lalu, sehari sebelumnya  yakni tgl 8 Maret, melalui sepotong surat mereka telah menyampaikan pemberitahuan akan melakukan aksi unjuk rasa moral ke kedua cafe maksiat tersebut,  setelah sebelumnya mendapat laporan dari maksyarakat.

Itu mereka lakukan untuk memenuhi ketentuan yang diisyaratkan peraturan dalam melakukan unjuk rasa. Seharusnya pihak Polres melakukan pengamanan/mengawal gerakan unjuk rasa tersebut untuk tidak terjadi anarkis,  itupun kalau ada. Tapi herannya pengamanan / pengawalan itu tak dilakukan Polres Labuhanbatu, padahal itu harus, sesuai dengan ketentuan. Ada apa, apakah ini jebakan,kita tak menuduh,  Polreslah yang tahu, dan Allah Maha Tahu. Dan Parahnya, 7 saudara kita itu sangat terkejut, saat dituduh melakukan pengrusakan hebat dan dikatatakan salah satu cafe itu hampir rata dengan tanah. Ini fitnah, kata mereka. Kami tahu aturan dan kami diajarkan bahwa “Islam itu Rahmatan Lil Alamin” bukan perusak, kami tahu itu, kata mereka.

Benarkah ada kerusakan parah, saat koran ini menyambangi salah satu lokasi yang didatangi 7 aktivis ini dalam aksinya, di daerah Gariang Kopi Desa Janji Kecamatan Bilah Barat, cafe itu terlihat masih berdiri kokoh, jadi apa yang dirusak. Kalau lokasi yang di Desa Sidorukun Aek Nabara Kecamatan Pangkatan konon kabarnya memang ambruk. Tapi 7 aktivis membantah melakukan itu, lantas siapa pelakunya, atau sengaja “dirubuhkan” untuk modal rekayasa ? Tak ada bukti memang, tapi rumor bercerita begitu.
Kalau untuk kepentingan ummat, apakah mereka dapat dipersalahkan ?.  Nanti dulu pak. Diperlukan pembahasan, perdebatan dan pengkajian, serta perlu pula dicari akar masalahnya, mengapa mereka berbuat ?

Untuk kepentingan pemerintahan mau pun kepentingan masyarakat, Pemkab Labuhanbatu diberikan hak oleh pemerintah pusat membuat dan menetapkan Peraturan Daerah yang kerap disebut Perda. Diantara sekian banyak Perda yang ada terdapat Perda No 31 tahun 2008 dan Perda No 32 Tahun 2008 tentang Peredaran Minuman Keras dan Prostitusi. Sebagai penanggungjawab berjalan / terlaksananya  atau tidak adalah Bupati Kabupaten Labuhanbatu sebagai Kepala Daerah. Sementara untuk mengawaasi pelaksanaan Perda tersebut merupakan kewenangan dari saudara saudara kita yang kita hantarkan ke kursi DPRD Kabupaten Labuhanbatu.

Nah ini dia. Berjalankah kedua Perda yang melarang dan mengatur maksiat tersebut ?. Penulis tidak memonopoli keputusan mengatakan berjalan atau tidak. Terpulang kepada kita masing masing untuk menilainya. Yang pasti 7 saudara yang telah melakukan jihad telah dipenjarakan karena dituduh melakukan Cafe / Warung maksiat tanpa ijin.”  Nah kalau begitu Perda belum berjalan dong, buktinya 7 saudara kita itu ditangkap karena dituduh merusak tempat maksiat  itu“ kata seorang pak Haji pengunjung aktif Kedai Kopi Akur Rantauprapat. “ Iya, masih banyak tempat maksiat itu yang buka usahanya terang terangan, aku tau itu, Cuma kenapa yang bertanggung jawab,  berjalan atau tidak Perda itu tak melaksanakannya “ sahut temannya yang lain macam ondak mamancing pendapat. “ Itulah yang heran kita, mengapa pak Bupati kita begitu “ kata Pak Haji yang tak sadar menyebutkan Pak Bupati. Terpancing juga Pak Haji itu rupanya. 
Walaupun ini kombur kedai kopi, terkadang banyak juga botulnya dan menarik perhatian, malah bisa bisa kita ikut nimbrung. Buktinya, seorang pengunjung lain yang duduk di meja sebelah tanpa memberi aba aba langsung menyalip pembicaraan tadi.” Iya, tapi kan tak adil kalau pak Bupati saja yang disalahkan, anggota DPRD kita itu kemana, wakil kita itu kan tugasnya pengawasan, mengapa tak berbuat “ katanya seakan tak rela Pak Bupati saja yang disalahkan. Tim Sukses ku agak kawan kita ini. Wajar !

Tapi bagi penulis, ndak usahlah kita cari cari siapa yang salah dan siapa yang bertanggungjawab, Lebih bermanfaat barangkali kalau peristiwa ini kita jadikan untuk introspeksi diri kita masing, daripada memperpanjang perdebatan yang tak habis habisnya. Baik itu pak Bupati sebagai penanggungjawab pelaksanaan Perda, DPRD yang salah satu fungsinya pengawasan, begitu juga aparat penegak hukum, ulama ( pemuka agama lainnya ) dan kita semua masing masing warga Labuhanbatu. Tanya hati kita masing masing sudahkah kita berbuat untuk memerangi maksiat atau sebaliknya ? Naudzubillah. Saatnya kita bertaubat jika dimasa lalu kita dari bagian maksiat itu, atau barangkali ikut mendukung kemaksiatan. Demikian juga bagi yang selama ini berdiam diri, atau tak mau tahu atau yang berpendirian “ lantaknya lah kesitu, pokoknya aku tak ikut, orang tu lah itu, dia yang badosa “. mari kita berbuat sesuai dengan tugas dan profesi kita masing masing. Mari mulai saat ini sampai akhir hayat kita, siapapun kita, dari manapun kita datang, apapun tingkah laku kita yang lalu, kita “perbaharui “ nawaitu kita dengan semata mata Lillahitaala untuk senantiasa memerangi dan melawan kemaksiatan di Labuhanbatu khususnya dan di bumi Allah ini pada umumnya.

Dan yang tak kalah pentingnya, 7 saudara kita yang berjihad melawan kemaksiatan saat ini di kurung dibalik terali besi, entah sampai kapan. Mereka telah menyentakkan kita dari tidur lelap di tengah maksiat yang merajalela, mereka telah membangkitkan keimanan kita untuk melawan maksiat. Tak cukup barangkali hanya dengan berdoa memohon keringanan hukuman mereka, tak cukup kita berteriak bertanding orasi dalam unjuk rasa gerakan moral. Mereka punya keluarga, punya anak, dan punya tanggungjawab. Beban itu hampir pasti membebani pikiran mereka walaupun sebenarnya mereka telah siap dengan segala resiko asal kemaksiatan musnah dari bumi Allah. Tak salah kalau kita bersama mengulurkan tangan dan merogoh kantong kita untuk bersedekah atau berinfag membantu mereka meringankan beban tanggungjawab. 

Bukankah orang yang berjihad di jalan Allah kita sebut “fisabilillah”(ini pendapat saya ampun dan maaf jika salah), bukankah bersedekah dan berinfag bagi fisabilillah merupakan amalan sholiha.
Kita berharap penjara tak membuat mereka gentar, tak membuat iman mereka luntur, dan semangat mereka kendur. Mereka dipenjara karena melanggar hukum pidana “ buatan manusia yang konon masih berbau kolonialis “ Tapi sebenarnya mereka melaksanakan perintah Allah Swt, Allah yang Maha Pencipta, termasuk menciptakan manusia itu sendiri. Allah Yang Maha Kuasa, Badiusamawati wal ardo, Malikaddunya wal akhirah. Laknat Allah bagi mereka yang menghalangi gerakan melawan maksiat. Astaghfirullah… (Penulis adalah Mantan Ketua DPC Partai Bulan Bintang Labuhanbatu)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar