Aekkanopan, (Berita Rakyat)
Jika dua bulan lalu, Pemerintah
Kabupaten (Pemkab)
Labura yang membuat resah dan gelisah para Pedagang Kaki Lima (PK 5), kali ini,
kepolisian pun tidak mau ketinggalan untuk menambah keresahan para PK 5
tersebut.
Hal ini dibuktikan dengan
dikeluarkannya surat Kapolsek Kualuhhulu No : B/228/III/2012, yang ditujukan
kepada PK 5 yang berjualan dibawah Pohon Sono, persis di lokasi Pos Jaga dan
Pangatur Lalulintas Polsek Kualuh Hulu, Aekkanopan. Dalam surat bertanggal 31
Maret 2012 itu, Polsek Kualuhhulu, dengan meneruskan perintah Kapolres
Labuhanbatu, meminta agar para PK 5 tersebut segera membongkar lapak atau kiso
tempat jualannya, dan menghentikan segala aktivitas berjualan ditanah yang
merupakan milik Polri tersebut.
Disebutkan juga, untuk melakukan pembongkaran lapak atau bangunan kios
tempatnya berjualan, para PK 5 ini hanya diberi batas waktu hingga tanggal 2
April 2012.
Hingga batas waktu yang ditentukan,
ternyata para PK 5 itu belum juga bersedia untuk membongkar lapak dan kiosnya.
Sehingga Polsek Kualuh Hulu kembali menerbitkan surat untuk kedua kalinya. Isi
surat kedua itu pun tidak jauh berbeda dengan surat mereka yang pertama, mereka
kembali menegaskan agar para PK5 tersebut segera membongkar bangunan kiosnya
masing-masing.
Namun, mungkin karena disebabkan para
PK 5 ini tidak memiliki mata pencaharian lain, mereka memutuskan untuk tetap
bersikukuh dan berjualan disana. Bahkan, tak sedikit dari mereka yang
menyatakan akan melakukan perlawanan jika mereka tetap digusur. “Kalo kami
tetap disuruh membongkar kios kami, kami akan berjualan dibadan jalan kayak
orang yang jualan didepan toko sana”ujar seorang pedagang, seraya menunjuk
kearah inti kota.
Muncul kekhawatiran, jika penggusuran
ini tetap dilakukan, akan menambah semrawut wajah kota Aekkanopan. Sebab para
pedagang ini mengancam akan menggelar dagangannya dibadan jalan, sama halnya
dengan para pedagang yang berjualan di kiri kanan Jl. Jenderal Sudirman, inti
kota Aekkanopan.
Ironis, ternyata rencana pembongkaran
dan penggusuran tersebut hanya diberlakukan kepada PK 5 saja. Padahal, di areal
yang sama, terdapat juga kegiatan bongkar muat barang-barang niaga dalam jumlah
besar, yang jauh lebih potensial untuk menambah kesemrawutan wajah kota dan Lalulintas.
Amatan Berita Rakyat, saat kegiatan bongkar muat sedang berlangsung,
tak jarang akan mengakibatkan kemacetan panjang, sebagai akibat dari
melintangnya truk berukuran besar dibadan jalan, sebelum parkir atau pun sedang
akan keluar dari areal. Tidak diketahui jelas, apa yang menjadi alasan Polsek
Kualuhhulu melakukan penggusuran yang terkesan tebang pilih ini.
Setor Rp. 60 ribu
Saat Berita Rakyat menyambangi
areal para pedagang ini berjualan, terungkap bahwa sebenarnya, selama berjualan
disana mereka membayar setoran wajib kepada Polsek Kualuhhulu. Setidaknya,
diberlakukannya setoran tersebut sudah terjadi sejak dua tahun silam. Dimana
pada saat itu, Polsek juga mengeluarkan surat yang meminta agar para pedagang
itu segera membongkar kiosnya dan tidak berdagang lagi di sekitar areal
Satlantas Aekkanopan.
Namun, setelah menyaksikan para PK 5
itu tetap bertahan, akhirnya disepakati para pedagang itu dapat meneruskan
kegiatannya berjualan disana, dengan catatan, harus membayar uang “setoran”
sebesar Rp.60.000, setiap bulannya. Merasa masih ingin dan perlu untuk tetap
berdagang demi bertahan hidup, meski tidak tahu peruntukan uang setorannya,
para pedagang itu pun bersedia untuk membayar.
Pihak berwenang di Polsek Kualuhhulu
yang hendak dimintai keterangannya, Minggu (8/4), tidak berhasil ditemui. Kasie
Humas, Aiptu T.Muzakir, juga tidak berada ditempat. (br.06)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar